Print

Apa itu pramilenialisme?

Artikel ini bukan buatan WLC. Saat menggunakan sumber dari penulis luar, kami hanya mempublikasikan konten yang 100% selaras dengan Alkitab dan selaras dengan keyakinan Alkitabiah WLC pada saat ini. Jadi artikel semacam ini bisa dianggap seolah-olah bersumber langsung dari WLC. Kami sangat diberkati oleh pelayanan banyak hamba-hamba Yahuwah. Tetapi kami tidak menyarankan anggota kami untuk mengeksplorasi karya lain dari para penulis ini. Karya lain yang mengandung kesalahan tidak akan kami publikasikan. Sayangnya, kami belum menemukan pelayanan yang bebas dari kesalahan. Jika Anda dikejutkan oleh beberapa konten terbitan yang bukan buatan WLC [baik artikel maupun episode radio], ingatlah kitab Amsal 4:18. Pemahaman kita tentang kebenaran-Nya akan berkembang, seiring bertambah banyaknya terang yang dicurahkan di jalan kita. Kita harus menghargai kebenaran lebih dari hidup itu sendiri, dan mencarinya di mana pun itu dapat ditemukan.

Premilenialisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali akan terjadi sebelum kerajaan seribu tahun-nya, dan bahwa kerajaan seribu tahun adalah pemerintahan 1000 tahun Kristus secara harfiah di bumi. Untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat dalam Kitab Suci yang berhubungan dengan peristiwa akhir zaman, ada dua hal yang harus dipahami dengan jelas: metode yang tepat untuk menafsirkan Kitab Suci dan perbedaan antara Israel (Yahudi) dan gereja (tubuh/kelompok semua orang percaya di dalam Yahushua Kristus).

Metode yang tepat untuk menafsirkan Kitab Suci menuntut agar Kitab Suci ditafsirkan dengan cara yang konsisten dengan konteksnya ... dengan audiens yang kepadanya bagian itu ditulis, mereka yang ditulis di situ, orang yang menulis tulisan itu, dan seterusnya.

Pertama, metode yang tepat untuk menafsirkan Kitab Suci menuntut agar Kitab Suci ditafsirkan dengan cara yang konsisten dengan konteksnya. Ini berarti bahwa suatu ayat/bagian harus ditafsirkan dengan cara yang konsisten dengan audiens yang kepadanya bagian itu ditulis, mereka yang ditulis di situ, orang yang menulis tulisan itu, dan seterusnya. Sangat penting untuk mengetahui penulis, audiens yang dituju, dan latar belakang sejarah dari setiap bagian yang diinterpretasikan. Latar belakang sejarah dan budaya akan sering mengungkapkan arti yang benar dari sebuah ayat/bagian. Penting juga untuk diingat bahwa ayat menafsirkan ayat. Artinya, seringkali sebuah ayat akan mencakup topik atau subjek yang juga dibahas di tempat lain dalam Alkitab. Penting untuk menafsirkan semua bagian ini secara konsisten satu sama lain.

Akhirnya, dan ini yang paling penting, suatu perikop harus selalu diartikan secara normal, teratur, lugas, literal/harfiah, kecuali jika konteks perikop tersebut menunjukkan bahwa itu bersifat kiasan. Sebuah interpretasi literal/harfiah tidak menghilangkan kemungkinan penggunaan kiasan. Namun, seorang penafsir tidak boleh mengartikan secara kiasan sebuah ayat/bagian kecuali jika hal itu memang sesuai dengan konteksnya. Sangat penting untuk tidak pernah mencari makna yang disangka “lebih dalam, lebih rohani/spiritual” melebihi apa yang disajikan di situ. Spiritualisasi suatu ayat/bagian adalah berbahaya karena hal tersebut akan menggeser dasar penafsiran yang akurat, dari yang semula berdasar pada Kitab Suci menjadi berdasar pada pikiran pembaca. Kemudian, standar interpretasi yang objektif tidak boleh ada; sebaliknya, Kitab Suci menjadi subyek dari kesan masing-masing orang tentang apa maksud dari kitab suci itu. Kitab 2 Petrus 1:20-21 mengingatkan kita bahwa “nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Yahuwah.”

Yang paling penting, suatu perikop harus selalu diartikan secara normal, teratur, lugas, literal/harfiah, kecuali jika konteks perikop tersebut menunjukkan bahwa itu bersifat kiasan. … Spiritualisasi suatu ayat/bagian adalah berbahaya karena hal tersebut akan menggeser dasar penafsiran yang akurat, dari yang semula berdasar pada Kitab Suci menjadi berdasar pada pikiran pembaca. Kemudian, standar interpretasi yang objektif tidak boleh ada; sebaliknya, Kitab Suci menjadi subyek dari kesan masing-masing orang tentang apa maksud dari kitab suci itu.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip penafsiran Alkitab ini, maka harus dilihat bahwa Israel (keturunan fisik Abraham) dan gereja (kumpulan dari semua orang percaya Perjanjian Baru) adalah dua kelompok yang berbeda. Sangat penting untuk mengakui bahwa Israel dan gereja berbeda karena, jika ini disalahpahami, Kitab Suci akan disalahtafsirkan. Bagian yang terutama akan menjadi rawan salah tafsir adalah bagian-bagian yang berhubungan dengan janji-janji yang dibuat untuk Israel (baik yang sudah terpenuhi maupun yang belum terpenuhi). Janji-janji seperti itu seharusnya tidak diterapkan pada gereja. Ingat, konteks perikop akan menentukan kepada siapa bagian itu ditujukan dan akan menunjuk pada interpretasi yang paling benar.

Dengan mengingat konsep-konsep tersebut, kita dapat melihat berbagai bagian Kitab Suci yang menghasilkan pandangan pramilenial. Kejadian 12:1-3: Berfirmanlah Yahuwah kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.

Yahuwah menjanjikan Abraham tiga hal di sini: Abraham akan memiliki banyak keturunan, bangsa ini akan memiliki dan menempati sebuah tanah, dan dari garis keturunan Abraham (Yahudi) ini akan mengalir sebuah berkat kepada semua kaum di muka bumi. Di dalam Kejadian 15:9-17, Yahuwah mengesahkan perjanjian-Nya dengan Abraham. Melalui cara pengesahan ini dilakukan, Yahuwah menempatkan tanggung jawab penuh atas perjanjian itu kepada diri-Nya sendiri. Artinya, tidak ada yang Abraham bisa lakukan atau gagal lakukan yang akan membatalkan perjanjian yang dibuat Yahuwah. Juga di bagian ini, batas-batas telah ditetapkan untuk tanah yang pada akhirnya akan diduduki oleh orang-orang Yahudi. Untuk daftar rinci dari batas-batas tanah ini , lihat kitab Ulangan 34. Bagian lain yang berhubungan dengan tanah perjanjian ini adalah Ulangan 30:3-5 dan Yehezkiel 20:42-44.

Di 2 Samuel 7:10-17, kita melihat janji yang dibuat oleh Yahuwah kepada Raja Daud. Yahuwah membuat beberapa janji khusus mengenai salah seorang anak Daud: Yahuwah akan mengokohkan kerajaannya (ayat 12), menjadi bapanya (ayat 14), dan kasih setia-Nya tidak akan hilang dari padanya (ayat 15). Selain itu, Yahuwah berkata bahwa anak ini “akan mendirikan rumah bagi Nama-Ku” (ayat 13). Janji-janji ini digenapi dalam diri Salomo. Namun, sebagian dari janji Yahuwah adalah bahwa takhta anak Daud akan dikokohkan “selama-lamanya” (ayat 13). Bagian dari nubuatan ini tidak dapat merujuk pada Salomo, karena Salomo telah meninggal dan tidak mempertahankan takhta selama-lamanya. Jadi, di sini kita mendapati sebuah nubuat dengan penggenapan ganda: nubuat itu digenapi sebagian di dalam Salomo dan secara penuh akan digenapi di dalam Yahushua Kristus, yang juga disebut Anak Daud (Matius 1:1). Salomo, dalam beberapa hal, menggambarkan Kristus sebagai raja, berhikmat, dan pemerintahannya yang damai. Tentu saja, Yahushua lebih besar dari Salomo dalam segala hal (Matius 12:42). Jadi, 2 Samuel 7 mengacu pada pemerintahan sementara Salomo dan pemerintahan Kristus selama masa seribu tahun dan untuk selama-lamanya. Raja Salomo tidak bisa menjadi penggenapan akhir dari janji yang dibuat kepada Daud ini; janji itu adalah perjanjian yang belum sepenuhnya direalisasikan.

Dengan semua pemahaman ini, periksa apa yang tercatat di Wahyu 20:1-7. Masa seribu tahun yang berulang kali disebutkan dalam perikop ini merujuk pada masa pemerintahan 1000 tahun Kristus secara literal/harfiah di bumi. Premilenialisme mengartikan perikop ini sebagai gambaran pemenuhan janji di masa depan bahwa Kristus akan duduk di atas takhta Daud. Yahuwah membuat perjanjian tanpa syarat dengan Abraham dan Daud. Tak satu pun dari perjanjian-perjanjian ini telah dipenuhi secara penuh atau permanen. Pemerintahan Kristus secara fisik yang literal/harfiah menjadi satu-satunya cara agar perjanjian-perjanjian itu dapat digenapi sebagaimana yang dijanjikan Yahuwah.

Menerapkan metode interpretasi literal pada Kitab Suci membuat potongan-potongan teka-teki menjadi menyatu. Semua nubuat Perjanjian Lama tentang kemunculan pertama Yahushua telah digenapi secara harfiah. Oleh karena itu, kita harus mengharapkan nubuat tentang kedatangan-nya juga digenapi secara harfiah. Premilenialisme adalah satu-satunya sistem yang sejalan dengan interpretasi literal dari perjanjian Yahuwah dan nubuatan akhir zaman.


jigsaw-puzzle


Artikel ini bukan buatan WLC. Artikel ini di ambil dari: https://www.gotquestions.org/premillennialism.html

Kami telah mengeluarkan nama-nama dan gelar-gelar umum dari Bapa dan Anak yang ada di dalam artikel ini, dan menggantinya dengan nama-nama dan gelar-gelar asli yang sudah diberikan. Kami juga melakukan hal yang sama pada kutipan-kutipan Alkitab yang ada, dengan mengganti nama-nama dan gelar-gelar yang ada dengan nama-nama dan gelar-gelar asli sebagaimana yang dituliskan oleh para penulis Alkitab yang terilhami. -Tim WLC