Print

Surga Plato dalam Kekristenan

Artikel ini bukan buatan WLC. Saat menggunakan sumber dari penulis luar, kami hanya mempublikasikan konten yang 100% selaras dengan Alkitab dan selaras dengan keyakinan Alkitabiah WLC pada saat ini. Jadi artikel semacam ini bisa dianggap seolah-olah bersumber langsung dari WLC. Kami sangat diberkati oleh pelayanan banyak hamba-hamba Yahuwah. Tetapi kami tidak menyarankan anggota kami untuk mengeksplorasi karya lain dari para penulis ini. Karya lain yang mengandung kesalahan tidak akan kami publikasikan. Sayangnya, kami belum menemukan pelayanan yang bebas dari kesalahan. Jika Anda dikejutkan oleh beberapa konten terbitan yang bukan buatan WLC [baik artikel maupun episode radio], ingatlah kitab Amsal 4:18. Pemahaman kita tentang kebenaran-Nya akan berkembang, seiring bertambah banyaknya terang yang dicurahkan di jalan kita. Kita harus menghargai kebenaran lebih dari hidup itu sendiri, dan mencarinya di mana pun itu dapat ditemukan.

Surga Plato dalam Kekristenan

TINJAUAN

Gereja Kristen mula-mula sangat dipengaruhi oleh Plato, dan pengaruh ajaran Plato masih dapat dilihat dalam kekristenan pada zaman sekarang. Hal ini terutama dapat terlihat ketika kita membicarakan topik tentang surga. Banyak orang Kristen saat ini yang akan terkejut mengetahui bahwa mereka menganut pandangan Plato tentang surga yang tidak Alkitabiah. Tulisan singkat ini akan menjelaskan siapa Plato, seperti apa pandangan filosofis utamanya, dan bagaimana pandangan-pandangan tersebut membentuk opini populer moderen tentang surga.

PANDANGAN POPULER TENTANG SURGA

Ada sesuatu yang salah dengan pandangan populer tentang surga pada zaman sekarang, baik di dalam maupun di luar gereja. N.T. Wright, Uskup dari Durham, menyebut pandangan umum ini sebagai “pergeseran dan penyusutan serius terhadap pengharapan umat Kristen.”1 Sayangnya, Wright benar. Dua pertiga warga Amerika yang mengaku percaya pada kebangkitan, ketika disurvei, mengatakan bahwa mereka tidak percaya bahwa mereka akan memiliki tubuh fisik setelah kebangkitan, namun akan menjadi roh tanpa tubuh.2 Wright menambahkan, “Saya sering mendengar orang berkata, 'Aku akan segera ke surga, dan aku tidak membutuhkan tubuh bodoh ini di sana, syukurlah.”3

malaikat

Bagi banyak umat Kristen saat ini, surga dipandang sebagai tempat yang sempurna, ideal, dunia lain di mana roh-roh sempurna tanpa tubuh berkeliaran. Lingkungan ini sebagian besar merupakan lingkungan yang asing dan tidak mirip dengan Bumi, di mana segala sesuatunya tetap sama. Tempat ini dipandang sebagai tempat yang murni secara rohani, tanpa ruang dan waktu, dimana tidak ada yang bisa dilakukan selain melayang-layang dan menatap Yahuwah.

PANDANGAN ALKITAB

Meskipun gagasan tentang terbebas dari tubuh kita mungkin menggiurkan bagi sebagian orang, Alkitab menyajikan sebuah konsep surga yang sangat berbeda. Menurut Alkitab, surga itu pada dasarnya adalah sebuah pemulihan dari alam semesta fisik kita, yang mencakup Bumi baru yang telah di bangun ulang atau dicipta ulang. Alih-alih tinggal di tempat yang abstrak dan seperti dunia lain, Bumi baru yang di bangun ulang ini akan terasa akrab bagi kita, hanya saja kondisinya jauh lebih baik. Ini akan menjadi tempat di mana budaya dan masyarakat terus menikmati produktivitas. Kita akan hidup dalam tubuh fisik yang telah dibangkitkan dan tinggal di dalam ruang dan waktu. Bukannya berdiam diri tanpa melakukan apa pun, kita akan secara aktif melayani dan menyembah Yahuwah dengan membantu orang lain seperti yang kita lakukan saat ini. Ini akan menjadi tempat yang menarik di mana kita bisa menghabiskan waktu yang kekal untuk belajar dan menemukan ciptaan baru Yahuwah yang menakjubkan.

Konsep alam semesta yang dicipta ulang adalah tema utama yang dibahas di sepanjang Alkitab. Yahuwah mengutuk tanah pada saat Kejatuhan, sehingga pada saat itu bumi dan seluruh alam semesta menjadi berubah. Pada saat itu, “seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan” (Roma 8:20). Alam semesta yang sebelumnya dinyatakan sungguh amat baik oleh Yahuwah (Kejadian 1:31) telah menjadi kacau sebagai akibat langsung dari ketidaktaatan manusia, dan sejak saat itu, alam semesta ini akan mengalami proses kehancuran. Namun bagaimanapun juga, pengharapan Alkitabiah melalui pengutusan sang Mesias (Kejadian 3:15) adalah bahwa sang Mesias akan membinasakan perbuatan-perbuatan iblis itu (1 Yohanes 3:8), yang tidak hanya mencakup penebusan umat manusia dari hukuman dosa, namun juga pemulihan fisik ciptaan Yahuwah menjadi sempurna kembali, sama seperti kondisi pada saat sebelum Kejatuhan. Pada saat itu, “makhluk itu sendiri akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Yahuwah.” (Roma 8:21) Alkitab dimulai dengan Kejatuhan di Kitab Kejadian dan diakhiri dengan Pemulihan di Kitab Wahyu dimana Surga, Yerusalem Baru, akan bersatu dengan Bumi dan “kemah Yahuwah (akan) ada di tengah-tengah manusia, dan Dia akan diam bersama-sama dengan mereka dan semua makhluk akan dipulihkan (Wahyu 21:2-3). Jadi sungguh mengejutkan, bagaimana ajaran dasar Alkitab ini dengan mudahnya telah disalahpahami. Bagaimana mungkin ada kesalahpahaman yang begitu besar mengenai topik yang tampaknya akan menjadi sesuatu yang penting dalam dunia Kristen? Ini ada hubungannya dengan Plato.

RINGKASAN SINGKAT TENTANG PLATO

platoFilsuf Yunani Plato (427 SM) dianggap sebagai salah satu filsuf terhebat sepanjang sejarah. Dia lahir empat abad sebelum Kristus namun ajarannya mempunyai pengaruh yang luar biasa di dalam doktrin Kristen mula-mula dan terus membentuk pemikiran orang-orang Kristen hingga saat ini.

Plato menegaskan bahwa apa yang kita lihat di sekitar kita, di dalam dunia fisik kita —pohon, kursi, kuda, tanaman, dan manusia— semua yang kita lihat, sentuh, rasakan, dan cium adalah sebenarnya tidak nyata. Satu-satunya hal yang nyata adalah ide/gagasan yang ada dibalik sesuatu. Misalnya, setiap orang mempunyai gagasan tentang seekor kuda. Ketika kita membandingkan seekor kuda dengan kuda lainnya, kita dapat melihat bahwa ada perbedaan-perbedaan, namun kita semua tahu bahwa mereka adalah kuda karena ada gagasan tentang seekor kuda. Dan gagasan ini adalah gagasan kuda yang sempurna. Kuda yang sempurna tersebut hanya ada sebagai sebuah gagasan atau sebuah “bentuk”. Karena yang sempurna hanyalah ide/gagasan tentang sesuatu itu. Plato menegaskan bahwa dunia gagasan jauh lebih unggul daripada dunia fisik yang kita tinggali ini.

Oleh karena itu, Plato ingin membebaskan manusia dari belenggu dunia ini. Dalam Perumpamaan tentang Gua, dia menjelaskan bagaimana seseorang dapat terbebas dari belenggu bayang-bayang dunia ini dengan menyadari realitas yang lebih tinggi dari berbagai bentuk. Perumpamaannya menegaskan bahwa semua umat manusia dirantai dalam kegelapan, mempercayai bahwa realitas adalah hal-hal yang kita lihat di sekitar kita. Tapi ada realitas yang lebih tinggi yang ada di diluar itu, dan jika kita bisa terbebaskan dan mengalaminya, kita akan memahami bahwa itu jauh lebih baik, karena inilah realitas yang nyata dan semua yang lain hanyalah bayangan.

KONSEP PLATO TENTANG SURGA

Tidak mengherankan, surga menurut Plato adalah surga di mana manusia terbebas dari dunia material dan fisik, yang tidak sempurna. Plato percaya bahwa manusia pada dasarnya terdiri dari jiwa, dan jiwa manusia terperangkap dalam tubuh, seperti terjebak dalam sebuah penjara. Hal inilah yang mendasari ungkapan Plato “soma sema” yang berarti tubuh adalah sebuah penjara atau kuburan bagi jiwa. Bagi Plato, keselamatan terjadi ketika jiwa dibebaskan dari penjara tubuh. Jiwa tersebut kemudian bebas untuk hidup di dalam dunia/alam bentuk yang murni. Dan di sana, jiwa “dapat melihat Kebaikan yang mutlak, Bentuk yang Murni.”4 Apa kaitan pandangan Plato tentang surga dengan agama Kristen?

PENGARUH PLATO PADA PARA BAPA GEREJA MULA-MULA

Mungkin mengejutkan bagi sebagian orang untuk mengetahui bahwa para bapa gereja mula-mula sangat dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Beberapa orang benar-benar percaya bahwa Yahuwah telah memberikan filsafat Yunani kepada dunia non-Yahudi untuk mempersiapkannya saat kedatangan Mesias dengan cara yang sama seperti Yahuwah menggunakan Musa untuk mempersiapkan orang-orang Yahudi. Plato, dengan cara ini, dipandang mempunyai semacam peran persiapan untuk Injil. Mereka percaya bahwa para filsuf besar telah menerima “cahaya universal dari wahyu ilahi melalui 'Logos', yang melalui akal budi manusia, 'menerangi setiap manusia yang datang ke dunia.'”5 Akibatnya, banyak dari gagasan-gagasan Plato didukung oleh para pemimpin mula-mula yang berpengaruh. Berikut adalah survei singkatnya.

Clement dari Alexandria (150 M) meyakini bahwa filsafat Yunani adalah hamba/pelayan teologi. Tulisan-tulisannya penuh dengan ajaran Platonis, ajaran yang di dasarkan pada pendapat-pendapat Plato. Mungkin kekagumannya terhadap Plato dapat dilihat dengan jelas dalam pernyataannya berikut:

… sebelum kedatangan Tuhan, filsafat diperlukan oleh orang Yunani untuk kebenaran. Dan sekarang, filsafat ini menjadi pendukung kesalehan; menjadi semacam pelatihan persiapan bagi mereka yang ingin mencapai iman... filsafat diberikan kepada orang-orang Yunani secara utama dan langsung, hingga Tuhan memanggil orang-orang Yunani. Karena filsafat ini adalah penuntun untuk membimbing 'pemikiran orang Yunani,' sama seperti hukum taurat bagi orang Ibrani, 'kepada Kristus.' Oleh karena itu, filsafat merupakan persiapan, yang membuka jalan bagi mereka yang disempurnakan dalam Kristus.6

Yustinus sang martir

Apologis atau pendukung Kristen awal, Justin Martyr (100 M) meyakini bahwa Plato “pada perannya dalam membagikan perbenihan kata, mengungkapkan perbandingan dengan sangat baik”.7 Meskipun menyadari bahwa ada perbedaan yang jelas antara kedua ajaran tersebut, Justin menemukan banyak kesamaan antara filsafat Plato dan ajaran Kristen. Kekaguman terhadap Plato ini juga dianut oleh para penulis apologetika lainnya, terutama Athenagoras. Mereka memuja ajaran Plato, dan sering merujuk pada ajaran tersebut, dan terkadang mengutip seluruh perikop dari ajaran Plato sambil membela iman Kristen.8 Eusebius dari Kaisarea (263 M) dengan tekun berupaya menyelaraskan ajaran Plato dengan agama Kristen. Dia mengatakan bahwa Plato adalah “satu-satunya orang Yunani yang telah mencapai beranda kebenaran (Kristen)”9 Dan, Uskup Theodoret (393 M) sangat mengenal sastra Yunani dan para filsuf termasuk Xenophanes, Heraclitus, Zeno, Parmenides, Empedocles , Euripides, Herodotus, Xenophon, Aristoteles, dan dia sebagian besar mengutip dari Plato.10 Jelas sekali, gereja mula-mula banyak dibanjiri dengan pemikiran Yunani, yaitu pemikiran Platonis. Namun mungkin teolog yang paling bertanggung jawab membentuk pandangan gereja tentang surga berdasarkan ajaran Plato adalah Agustinus.

AGUSTINUS

agustinusTeolog terkenal Agustinus (354 M) sangat dipengaruhi oleh Plato. De Civitate Dei karya Agustinus disebut sebagai “hasil karya termatang dari penyatuan batin antara hikmat Kristen dan ajaran Plato”11 Agustinus melangkah lebih jauh dengan mengatakan dalam karyanya yang berjudul Confessions bahwa dia berterima kasih kepada Yahuwah karena dia mengenal Plato terlebih dahulu, karena kalau tidak, dia mungkin tidak akan pernah bisa menerima Injil.12 Dengan pandangan yang begitu tinggi terhadap Plato, maka tidak mengherankan jika pandangan Agustinus tentang surga sangat terpengaruh oleh ajaran Plato. Seperti yang dikatakan Benedict Viviano tentang Agustinus, “Kita hanya perlu mencatat bahwa Agustinus sangat dipengaruhi oleh filsafat Plato dan bahkan telah membaca tulisan-tulisan para penganut filsafat Plato seperti Plotinus dan Prophyry… Aliran filsafat ini sangat berbau spiritual, terasa berasal dari dunia lain, berpusat pada yang esa dan abadi, menganggap materi dan hal-hal yang bersifat sejarah sebagai tahap-tahap yang lebih rendah dalam peningkatan jiwa menuju penyatuan dengan yang esa.”13

PANDANGAN SPIRITUAL AGUSTINUS TENTANG SURGA

Agustinus “tertarik pada penafsiran spiritual tentang kerajaan.” Bagi Agustinus, “kerajaan Allah merupakan kehidupan kekal bersama Allah di surga.”14 Michael Vlach menambahkan bahwa “pandangan spiritual Agustinus tentang kerajaan itulah yang juga berkontribusi pada keyakinannya bahwa gereja adalah penggenapan pemerintahan satu milenium Kristus.15 Pandangan yang di-spiritualisasi-kan itulah yang kemudian menjadi pandangan yang diterima di kalangan Katolik Roma, yang tetap menjadi pandangan dominan dalam Gereja Katolik hingga zaman sekarang, serta menjadi pandangan populer dalam gereja Protestan pada umumnya, dan menjadi pemikiran sekuler Barat secara luas. Jadi asal mula pandangan Kristen yang tidak alkitabiah tentang surga disebabkan oleh praktik gereja dalam menerima konsep-konsep inti dari ajaran Plato.

PENTINGNYA BELAJAR FILSAFAT

Akan banyak orang Kristen saat ini yang terkejut menyadari bahwa pandangan mereka tentang surga tidak berasal dari Alkitab, namun dari filsuf Yunani Plato. Hal ini menggarisbawahi pentingnya para pekerja Kristen mempelajari filsafat. Tidak memahami bahwa para pemikir besar telah mempengaruhi ajaran di sepanjang sejarah, akan sulit untuk membedakan antara kebenaran dan kesalahan. Tentu, hal ini dapat terlihat dalam hal bagaimana gereja moderen mengartikan surga. Para pendeta sebaiknya mempelajari filsafat agar dapat mengenali dengan lebih baik aliran-aliran pemikiran utama yang telah mempengaruhi gereja di sepanjang sejarahnya, dan dengan demikian lebih siap untuk mengkomunikasikan bagaimana pandangan Alkitabiah yang akurat.

BIBLIOGRAPHY

Alcorn, Randy. Heaven. Tyndale House Publishers, Inc., 2004.

Alexandria, Clement of. “The Stromata, or Miscellanies”. In The Ante-Nicene Fathers, Volume II: Fathers of the Second Century: Hermas, Tatian, Athenagoras, Theophilus, and Clement of Alexandria (Entire). Buffalo, NY: Christian Literature Company, 1885.

Augustine, S., Bishop of Hippo, & Pusey, E. B. The Confessions of St. Augustine. Oak Harbor, WA: Logos Research Systems, Inc., 1996.

Biema, David Van. Christians Wrong About Heaven, Says Bishop. February 7, 2008. http://www.time.com/time/world/article/0,8599,1710844,00.html.

Geisler, Norman. A History of Western Philosophy, Vol. I: Ancient and Medieval. Bastion Books, 2012.

Jackson, B. Prolegomena: The Life and Writings of the Blessed Theodoretus, Bishop of Cyrus. In P. Schaff & H. Wace (Eds.), A Select Library of the Nicene and Post-Nicene Fathers of the

Christian Church, Second Series, Volume III: Theodoret, Jerome, Gennadius, Rufinus. New York: Christian Literature Company., 1892.

Martyr, Justin. The Second Apology of Justin. In A. Roberts, J. Donaldson & A. C. Coxe (Eds.), The Ante-Nicene Fathers, Volume I: The Apostolic Fathers with Justin Martyr and Irenaeus (A.

Roberts, J. Donaldson & A. C. Coxe, Ed.). Buffalo, NY: Christian Literature Company, 1885.

Schaff, Philip. The New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge, Vol. IX. 1914.

Viviano, Benedict T. The Kingdom of God in History. Eugene, OR: Wipf and Stock, 1988.

Vlach, Michael J. Platonism’s Influence On Christian Eschatology. n.d. http://theologicalstudies.org/files/resources/Platonism_and_Eschatology_article_(PDF).pdf (accessed February 22, 2013).


1 (Biema 2008)

2 (Alcorn 2004, 110)

3 (Biema 2008)

4 (Geisler 2012, 69)

5 (Schaff 1914, 89)

6 (Alexandria 1885, 305)

7 (Martyr 1885, 193)

8 Ibid. p.18.

9 Ibid. p.21.

10 (Jackson 1892, 19)

11 Ibid. p.21.

12 (Augustine 1996, 7.20)

13 (Viviano 1988, 52)

14 Ibid., 52-53.

15 (Vlach n.d.)


Artikel ini bukan buatan WLC, artikel ini ditulis oleh Shawn Nelson (https://geekychristian.com).

Kami telah mengeluarkan nama-nama dan gelar-gelar umum dari Bapa dan Anak yang ada di dalam artikel ini, dan menggantinya dengan nama-nama dan gelar-gelar asli yang sudah diberikan. Kami juga melakukan hal yang sama pada kutipan-kutipan Alkitab yang ada, dengan mengganti nama-nama dan gelar-gelar yang ada dengan nama-nama dan gelar-gelar asli sebagaimana yang dituliskan oleh para penulis Alkitab yang terilhami. -Tim WLC