Mengucap Syukur Atas Nama Yahuwah Dalam Penderitaan
Artikel ini bukan buatan WLC. Saat menggunakan sumber dari penulis luar, kami hanya mempublikasikan konten yang 100% selaras dengan Alkitab dan selaras dengan keyakinan Alkitabiah WLC pada saat ini. Jadi artikel semacam ini bisa dianggap seolah-olah bersumber langsung dari WLC. Kami sangat diberkati oleh pelayanan banyak hamba-hamba Yahuwah. Tetapi kami tidak menyarankan anggota kami untuk mengeksplorasi karya lain dari para penulis ini. Karya lain yang mengandung kesalahan tidak akan kami publikasikan. Sayangnya, kami belum menemukan pelayanan yang bebas dari kesalahan. Jika Anda dikejutkan oleh beberapa konten terbitan yang bukan buatan WLC [baik artikel maupun episode radio], ingatlah kitab Amsal 4:18. Pemahaman kita tentang kebenaran-Nya akan berkembang, seiring bertambah banyaknya terang yang dicurahkan di jalan kita. Kita harus menghargai kebenaran lebih dari hidup itu sendiri, dan mencarinya di mana pun itu dapat ditemukan. |
Pasal pertama dari Kitab Ayub menceritakan bagaimana Ayub, yang pada suatu pagi terbangun sebagai orang terkaya di Timur, menjadi miskin pada sore harinya. Di pagi hari, ia memiliki 1.000 ekor sapi dan 500 ekor keledai betina; pada sore harinya, semuanya lenyap. Di pagi hari, ia memiliki 7.000 ekor domba dan 3.000 ekor unta; pada malamnya, semuanya telah dibunuh atau dicuri. Di pagi hari, ia memiliki tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan; pada malam harinya, ia kehilangan seluruh anak-anaknya. Di pagi hari, ia memiliki banyak pelayan; pada malamnya, hanya empat orang yang tersisa—semuanya pembawa kabar duka tentang kehancuran hartanya.
Bayangkan Anda berada dalam posisi Ayub, Saudara terkasih. Bagaimana Anda akan merespons? Bagaimana jika banjir, kebakaran, angin topan, atau bencana lainnya yang dikirim oleh Yahuwah membuat Anda jatuh miskin dan kehilangan keluarga saat Anda pulang dari gereja hari ini?
Pasal ini menjelaskan respons Ayub terhadap pencobaan berat tersebut. Pertama, ia menunjukkan kesedihan. Tertulis dalam ayat 20: “Maka berdirilah Ayub, mengoyakkan jubahnya, dan mencukur kepalanya.” Tindakan ini merupakan ekspresi nyata dari dukacitanya. Perlu dicatat bahwa tidak salah untuk berduka saat Yahuwah mengizinkan pencobaan datang dalam hidup kita. Ada waktu untuk segala sesuatu—termasuk waktu untuk menangis. Dalam penderitaan, kita tidak perlu berpikir bahwa kita tidak boleh menangis atau harus tampak kuat demi orang lain. Ayub berduka, demikian pula kita. Namun, dalam dukacita kita, kita tidak boleh menyalahkan Yahuwah secara sembrono.
Kedua, Ayub merespons penderitaannya dengan menyembah Yahuwah. Tertulis dalam ayat 20 bahwa setelah mengoyakkan jubahnya dan mencukur kepalanya, “ia sujud dan menyembah.” Frasa ini mencerminkan sikap dan posisi tubuhnya dalam penyembahan. Ia tersungkur ke tanah, posisi yang menandakan kerendahan hati seorang manusia yang menyadari ketidakberdayaannya dan sepenuhnya bersandar pada Yahuwah.
Ketiga, Ayub membuat pengakuan iman, sebagaimana tercatat dalam ayat 21: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke sana. Yahuwah yang memberi, Yahuwah yang mengambil, terpujilah nama Yahuwah.” Melalui pengakuan ini, Ayub menunjukkan bahwa ia menerima penderitaannya dengan sabar. Terutama dari pengakuan ini, kita perlu mengambil pelajaran. Mari kita kaji lebih dalam agar dapat menjadikannya milik kita dalam masa pencobaan.
MENGAKUI KEDAULATAN YAHUWAH
Inti dari pengakuan Ayub adalah: “Yahuwah yang memberi, dan Yahuwah yang mengambil.” Ayub mengakui bahwa segala sesuatu yang terjadi kepadanya merupakan pekerjaan Yahuwah, yang menunjukkan kedaulatan-Nya.
Mungkin kita akan menanggapi dengan berkata, “Tidak, Ayub, engkau keliru; ini lebih merupakan pekerjaan Setan daripada pekerjaan Yahuwah.”
Memang, pasal ini menyingkapkan peran Setan dalam penderitaan Ayub. Kita mengetahui bahwa suatu hari anak-anak Yahuwah, yakni para malaikat, datang menghadap Yahuwah di surga. Mereka berkumpul untuk menyembah dan menerima perintah dari-Nya. Namun, bersama malaikat baik, Setan pun hadir di surga. Sebelum kematian Kristus, Setan masih diizinkan hadir di hadirat kemuliaan Yahuwah.
Yahuwah melihat Setan dan menyapanya. Mengetahui bahwa tujuan Setan adalah menghancurkan Kerajaan-Nya, menggulingkan segala karya-Nya, dan menjadikan dirinya sebagai kuasa tertinggi alam semesta, Yahuwah bertanya, “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun seperti dia di bumi, seorang yang saleh dan jujur, yang takut akan Eloah dan menjauhi kejahatan” (ayat 8). Seakan-akan Yahuwah bertanya kepada Setan, “Jika engkau mengklaim dapat menggulingkan kerajaan-Ku, tidakkah engkau melihat bahwa Ayub adalah warga-Ku yang setia?”
Setan mengakui bahwa ia tidak mampu memalingkan Ayub dari Yahuwah. Karena Ayub diberkati dengan kekayaan yang besar, Setan berargumen bahwa Ayub akan tetap setia selama ia diberkati. Ia mempertanyakan motif kesetiaan Ayub dan menyatakan bahwa Ayub akan setia kepada siapa pun yang membuatnya sejahtera.
Yahuwah memahami hal ini sebagai sebuah tantangan. Jika Ayub melayani Yahuwah bukan karena kuasa yang diberikan Yahuwah kepadanya sebagai anak yang telah diperbarui, melainkan semata-mata karena kekayaan dan kebahagiaan yang diberikan kepadanya, maka Ayub sebenarnya bukanlah anak dan warga Kerajaan yang setia. Oleh karena itu, Yahuwah hendak menunjukkan kepada Setan bahwa argumennya keliru. Karena Setan berpendapat bahwa Ayub melayani Yahuwah hanya karena kekayaan yang diberikan kepadanya, maka Yahuwah mengizinkan Setan untuk mengambil seluruh harta milik Ayub.
Dengan demikian, dalam satu sisi, pencobaan Ayub adalah hasil dari pekerjaan Setan. Gagasan untuk menimpakan penderitaan kepada Ayub berasal dari Setan. Bahkan pelaksanaan penderitaan itu pun merupakan pekerjaan Setan karena ia diberi kuasa untuk melakukannya—namun tetap dalam batas kedaulatan dan kehendak Yahuwah. Maka, kita mungkin tergoda untuk berkata kepada Ayub: “Engkau salah! Engkau keliru saat berkata bahwa Yahuwah yang memberi dan Yahuwah yang mengambil!” Dan kita mungkin berkata pula, saat penderitaan menimpa kita: “Yahuwah tidak mengirimkan penderitaan ini!”
Namun, kita akan keliru jika berpikir demikian. Ayub benar. Ayub mengakui bahwa Yahuwah adalah penyebab utama dari segala sesuatu yang terjadi. Ia tidak perlu memahami bagaimana dan mengapa penderitaan itu terjadi untuk menyatakan pengakuan tersebut. Ia tidak perlu mengetahui percakapan antara Yahuwah dan Setan yang berlangsung di surga. Ia hanya perlu memahami bahwa Yahuwah adalah satu-satunya Pribadi yang berdaulat dan yang melaksanakan segala sesuatu sesuai dengan keputusan dalam kehendak-Nya! Karena tidak ada satu pun yang terjadi dalam hidup kita selain yang diizinkan dan dikirimkan oleh Yahuwah, maka baik Ayub maupun kita dapat mengakui kuasa kedaulatan Yahuwah: “Yahuwah yang memberi, Yahuwah yang mengambil.”
Barangkali bagian pertama dari pengakuan Ayub, “Yahuwah yang memberi,” terasa lebih mudah untuk kita terima. Sering kali, kita mengabaikan fakta bahwa segala sesuatu berasal dari Yahuwah; sebaliknya, kita justru mengaitkan keberhasilan kita dalam mengumpulkan kekayaan, membangun rumah tangga, dan membesarkan anak-anak sebagai hasil jerih payah kita sendiri. Namun, Yahuwah secara berulang mengingatkan bahwa semua kerja fisik dan rohani kita hanya dapat berhasil melalui kuasa-Nya. Anak-anak adalah anugerah dari Yahuwah, dan segala sumber daya adalah berkat dari-Nya. Meskipun kita memperoleh harta melalui kerja keras, kekuatan untuk bekerja dan berkat atas usaha kita itu pun berasal dari Yahuwah. Yahuwah-lah yang menyediakan segala sesuatu.
Teks ini mengajarkan bahwa apa yang benar tentang pemberian dari Yahuwah juga, dan selalu, benar dalam hal pengambilan-Nya. “Yahuwah yang mengambil.” Yahuwah memberi kepada umat-Nya sesuai dengan maksud dan keputusan-Nya, sebagai wujud kuasa dan kasih-Nya yang berdaulat. Ketika Ia mengambil orang-orang yang kita kasihi atau harta milik kita, hal itu pun tetap selaras dengan maksud dan keputusan-Nya; dan itu juga merupakan pernyataan dari kuasa-Nya yang berdaulat serta manifestasi kasih-Nya kepada umat-Nya di dalam Kristus.
Jangan pernah berkata, Saudara terkasih: “Yahuwah yang memberi, tetapi Setan yang mengambil!” Seolah-olah Yahuwah bermaksud agar aku tetap memiliki harta dan orang-orang yang kukasihi, namun ada kuasa lain yang lebih besar dari Yahuwah yang telah merampasnya dariku! Janganlah demikian! Sebaliknya, akuilah kuasa kedaulatan Yahuwah! Hanya Dia-lah Elohim yang sejati! Ia berkuasa melakukan segala yang dikehendaki-Nya! Dan dalam segala hal, Ia akan bertindak demi memuliakan nama-Nya!
Namun timbul pertanyaan: mengapa Dia mengambilnya? Mengapa Dia mengambil sesuatu yang begitu berharga bagi kita? Jawabannya adalah: Ia melakukannya dalam kasih-Nya!
MEMPERCAYAI KASIH SETIA YAHUWAH
Ayub percaya pada kasih setia Yahuwah. Ia memahami bahwa penderitaan yang diizinkan Yahuwah terjadi adalah bukti kasih, bukan kebencian.
Setan berusaha keras dalam penderitaan ini untuk meyakinkan Ayub bahwa Yahuwah membencinya. Pertama, ia mengatur agar penderitaan Ayub terjadi pada hari pertama dalam satu pekan. Kita dapat menyimpulkan hal ini karena dikatakan bahwa anak-anak Ayub berpesta di rumah anak yang sulung, dan bahwa masing-masing anak secara bergiliran menjadi tuan rumah pesta mingguan tersebut. Setelah rangkaian pesta selesai, Ayub mempersembahkan korban bagi semua anaknya. Kemungkinan besar, malam sebelumnya atau pagi hari penderitaan itu, Ayub telah mempersembahkan korban bakaran dan korban penghapus dosa, serta mengalami persekutuan dengan Yahuwah, sehingga hatinya dipenuhi dengan keyakinan akan kasih Yahuwah bagi dirinya dan anak-anaknya. Setan menggunakan waktu ini untuk mengguncang iman Ayub, agar Ayub mempertanyakan kasih Yahuwah. Sama halnya jika kita mengalami ibadah yang penuh penghiburan, menikmati perjamuan kudus, lalu pulang ke rumah dan menemukan bencana besar terjadi—Setan ingin kita bertanya, “Inikah kasih Yahuwah?”
Kedua, perhatikan bahwa sementara unta, lembu, dan keledai dicuri, domba-domba Ayub dibinasakan oleh api yang turun dari langit. Domba-domba itu adalah hewan kurban utama Ayub bagi Yahuwah. Kini, mereka dibinasakan oleh api penghakiman dari langit. Dalam Alkitab, api dari langit merupakan lambang penghakiman Yahuwah—seperti pada penghancuran Sodom dan Gomora, atau pada hari penghakiman terakhir. Setan ingin Ayub menyimpulkan bahwa Yahuwah telah menolak korban-korbannya. “Mengapa Yahuwah menghakimi aku dengan membakar dombaku? Apakah Ia membenci persembahanku?”
Ketiga, seluruh anak-anak Ayub dimusnahkan. Ayub juga memahami keberadaan perjanjian (covenant). Meskipun mungkin pemahamannya tidak sejelas kita sekarang, ia menyadari bahwa perjanjian Yahuwah berlangsung lintas generasi. Pada titik ini, Ayub bisa saja berpikir, “Yahuwah tidak memiliki perjanjian dengan aku. Dia hanya menghancurkannya.” Dalam cara yang serupa, Setan mengarahkan perhatian kita kepada bencana-bencana yang diizinkan Yahuwah terjadi dalam hidup kita, dan berupaya membuat kita berpikir bahwa Yahuwah membenci kita.
Namun sampai pada batas tertentu, Ayub memahami kasih setia Yahuwah. Dengan menggunakan nama “Yahuwah,” Ayub menunjukkan bahwa penderitaannya berasal dari Elohim pribadinya, satu-satunya Elohim yang sejati. Penderitaan ini tidak berasal dari dewa-dewa Kasdim atau berhala-berhala orang Syeba; melainkan datang dari Yahuwah, Elohim yang mengasihi Ayub! Lebih lanjut, dengan menyebut nama Yahuwah, Ayub menyatakan pengakuannya akan kasih setia Yahuwah yang tidak berubah. Dalam konteks ini, karya Yahuwah dalam mengizinkan penderitaan sangat berbeda dengan peran Setan di dalamnya. Penting untuk kita ingat bahwa pencobaan dan ujian pada dasarnya berasal dari situasi yang serupa. Namun, Setan memanfaatkan keadaan tersebut sebagai godaan untuk merusak kasih karunia Yahuwah dalam diri kita dan menumbuhkan kebencian terhadap-Nya. Sebaliknya, Yahuwah menggunakan keadaan yang sama sebagai ujian untuk menguatkan iman dan kesalehan kita, yang berakar pada kasih-Nya kepada kita.
Penderitaan yang diizinkan Yahuwah menimpa umat-Nya selalu bersumber dari kasih-Nya. Tidak ada motif lain bagi-Nya dalam mengizinkan pencobaan terjadi atas kita. Melalui pencobaan-pencobaan ini, Ia mempersiapkan kita bagi kemuliaan yang telah disediakan! Itulah mengapa penderitaan dan ujian dialami oleh anak-anak Yahuwah—ini semua adalah karunia kasih yang agung bagi para pendosa seperti kita, yang hanya dapat kita terima melalui kematian Kristus di kayu salib.
Inilah yang dipercayai Ayub. Tidak ada satu pun indikasi bahwa Ayub berpikir Yahuwah kini membencinya. Ia tidak menuduh Yahuwah telah berpura-pura mengasihinya. Jika ia berpikir demikian, ia akan bersalah karena menuduh Yahuwah secara sembrono. Tetapi ia tidak melakukannya. Dalam perkataannya, “Yahuwah yang memberi, Yahuwah yang mengambil,” Ayub menyatakan: “Semua ini dilakukan dalam kasih-Nya. Yahuwah mengasihi aku!”
Pengakuan ini juga harus menjadi milik kita dalam penderitaan. Yahuwah tidak berubah. Ia telah menunjukkan kasih-Nya kepada gereja melalui kematian Kristus. Ia tidak akan pernah membenci gereja. Ia juga telah menunjukkan kasih-Nya kepada kita secara pribadi dengan mencurahkan keselamatan melalui Roh Kudus dalam hati kita. Ia tidak akan membenci kita. Semua yang Ia izinkan terjadi adalah karena kasih-Nya—termasuk penderitaan yang pahit. Dalam kasih, Ia mengoreksi, mendidik, memurnikan, dan membersihkan kita, seperti emas diuji dalam api. Tetapi selalu, semuanya karena kasih.
Bisakah Anda mempercayainya? Bisakah Anda mengakuinya jika malam ini Anda pulang dari ibadah di gereja dan mendapati semua harta benda Anda hilang dan orang-orang yang Anda kasihi telah tiada? Dalam kuasa Kristus dan pengenalan sejati akan Yahuwah, kita bisa! Dan untuk melakukannya, kita juga harus percaya kepada hikmat besar Yahuwah.
MEMPERCAYAI HIKMAT BESAR YAHUWAH
Hikmat Yahuwah adalah kemampuan-Nya untuk mengatur segala sesuatu yang terjadi sedemikian rupa sehingga tujuan ilahi-Nya tercapai. Tujuan tersebut, sebagaimana kita ketahui, adalah kemuliaan nama-Nya melalui keselamatan umat-Nya. Maka ketika Yahuwah mengizinkan penderitaan menimpa hidup kita, hanya dua kemungkinan yang dapat terjadi: entah Yahuwah telah melupakan tujuan-Nya dan membiarkan segalanya berada dalam bahaya, atau sebaliknya, segala sesuatu—termasuk penderitaan kita—merupakan bagian dari rencana-Nya untuk mencapai tujuan tersebut. Manakah yang Anda percayai, Saudara terkasih? Apakah Yahuwah pernah membahayakan rencana-Nya sendiri? Tidak, karena Eloah kita adalah eloah yang berhikmat.
Teks ini menunjukkan bahwa Ayub percaya kepada hikmat Yahuwah melalui dua cara. Pertama, dikatakan, “Dalam semuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Eloah berbuat yang kurang patut.” Secara harfiah: “tidak menuduh Yahuwah melakukan kebodohan.” Ini berarti Ayub tidak berkata bahwa Yahuwah adalah bodoh. Ia tidak menuduh Yahuwah dengan kebodohan. Karena Roh Kudus menarik perhatian kita pada apa yang tidak dilakukan Ayub, maka kita dapat menyimpulkan apa yang ia lakukan: Ayub mengakui dan menghormati hikmat Yahuwah.
Kedua, keyakinan Ayub terhadap hikmat Yahuwah juga terlihat dari pernyataannya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke sana.” Yang dimaksud “ke sana” adalah kembali ke tanah, asal manusia (debu tanah), bukan kembali ke rahim ibu. Ayub memiliki pemahaman akan firman Yahuwah kepada Adam: “Engkau debu dan akan kembali menjadi debu.”
Melalui pernyataan ini—“Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke sana”—Ayub menyampaikan kesadarannya akan ketidaklayakannya terhadap harta benda yang pernah dimilikinya. Ia datang ke dunia tanpa membawa apa-apa dan tidak memiliki hak untuk memperoleh apa pun dari Yahuwah. Seluruh anak-anak dan kekayaannya adalah milik Yahuwah. Kini, Yahuwah telah mengambil semuanya dalam kedaulatan-Nya.
Namun, melalui kata-kata ini, Ayub juga mengakui kebijaksanaan Yahuwah. Ia berkata, “Aku datang telanjang.” Artinya, ia datang ke dunia untuk melayani Yahuwah, bukan untuk melayani dirinya sendiri! Karena tujuan hidupnya adalah untuk melayani Yahuwah, maka ia tidak perlu dilahirkan dengan kepemilikan duniawi. Yahuwah-lah yang setiap hari mencukupi segala kebutuhannya demi pengabdian tersebut. Dan ketika kematian tiba, ia pun tidak memerlukan harta apa pun. Dengan demikian, Ayub memahami bahwa pengambilan semua miliknya oleh Yahuwah merupakan bentuk persiapan menuju hari kematiannya. Bukan berarti Ayub menganggap bahwa hari kematiannya sudah dekat, tetapi ia menyadari bahwa hari itu akan tiba dan menafsirkan tindakan Yahuwah dalam terang kesadaran akan akhir hidup tersebut.
Namun, dalam pernyataannya, Ayub juga menunjukkan keyakinan bahwa apa yang Yahuwah ambil darinya adalah bagian dari persiapan untuk kematiannya. Ia tidak semata-mata percaya bahwa kematian sudah dekat, tetapi ia menyadari bahwa kematian adalah suatu kepastian. Maka ia melihat bahwa pencabutan semua harta itu adalah langkah Yahuwah untuk mempersiapkannya menghadapi kematian dengan hati yang bebas dari keterikatan duniawi.
Apakah kita juga mengenali hikmat Yahuwah dalam penderitaan kita? Betapa mudahnya kita tergoda untuk menuduh Yahuwah bertindak tanpa bijaksana. Kita mungkin berkata, “Mengapa Yahuwah melakukan ini kepadaku? Semua rencanaku kini gagal total. Aku tidak mengerti bagaimana mungkin aku bisa melayani-Nya dalam keadaan seperti ini.” Atau kita mungkin bersikap seolah-olah Yahuwah tidak memperlakukan kita dengan baik. Namun, Ayub mengajar kita untuk melihat bahwa setiap peristiwa, termasuk penderitaan, adalah bagian dari rencana berhikmat Yahuwah untuk mempersiapkan kita bagi kemuliaan dan untuk memuliakan nama-Nya.
Apakah Anda dapat mengakui hikmat Yahuwah? Apakah Anda memahami rencana keselamatan-Nya melalui Kristus? Jika ya, maka Anda juga dapat melihat bahwa segala sesuatu yang menimpa kita merupakan wujud nyata dari hikmat-Nya yang besar.
Ketika dalam penderitaan kita mengakui kuasa, kasih, dan hikmat Yahuwah, maka kita akan siap untuk mengucapkan apa yang diucapkan Ayub berikutnya: “Terpujilah nama Yahuwah.”
MENGINGINKAN NAMA YAHUWAH DIPERMULIAKAN
Nama Yahuwah senantiasa dipermuliakan ketika manusia bersujud, memuliakan, dan melayani Dia. Keinginan Ayub, sebagaimana tersirat dalam teks, adalah agar dirinya sendiri dan keempat hambanya yang masih hidup—yang telah menyaksikan dan mengalami kehancuran besar—tidak berkata apa-apa selain ini: “Terpujilah nama Yahuwah!” Bahwasanya segala jalan dan perbuatan-Nya adalah baik.
Saudara terkasih, hendaklah setiap pria, wanita, dan anak-anak yang mendengar tentang bencana yang menimpa Ayub hari ini berkata pula: “Terpujilah nama Yahuwah!” Hormatilah Eloah ini! Bersujudlah di hadapan-Nya dan sembahlah Dia! Dan apabila kelak bencana serupa menimpa Anda, nyanyikanlah kebesaran-Nya! Katakanlah kepada siapa pun yang datang menghibur Anda, “Aku tidak akan mempertanyakan maksud atau jalan-Nya; aku hanya akan menyerahkan segala kemuliaan kepada-Nya.”
Melalui pengakuannya yang utuh—terutama dalam keinginannya agar nama Yahuwah dipermuliakan—Ayub menunjukkan kasih karunia pemeliharaan yang terus-menerus dianugerahkan Yahuwah kepada umat-Nya. Di sinilah kita melihat bagaimana Yahuwah secara mutlak menggagalkan rencana Setan. Setan sebelumnya berkata, “Ia akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu” (ayat 11). Ia dengan cermat merancang rincian penderitaan Ayub agar Ayub tergoda mempertanyakan kuasa, kasih, dan hikmat Yahuwah, dan akhirnya mengutuki-Nya. Namun, alih-alih mengutuki, Ayub justru menyatakan, “Terpujilah nama Yahuwah!”
Inilah penghiburan bagi kita dalam masa-masa pencobaan. Pernahkah Anda bertanya-tanya sebelumnya, bagaimana mungkin Anda dapat memuliakan nama Yahuwah dalam penderitaan yang akan datang? Bersandarlah kepada Yahuwah—kasih karunia-Nya akan memampukan Anda untuk melakukannya! Ataukah Anda pernah memuliakan nama-Nya dalam pencobaan-pencobaan di masa lalu? Itu adalah bukti bahwa kasih karunia-Nya telah dinyatakan. Untuk mengalami kasih karunia ini, kita harus mengakui kuasa-Nya yang berdaulat, kasih-Nya yang setia, dan hikmat-Nya yang agung. Melalui kuasa, kasih, dan hikmat-Nya itulah Ia memelihara dan memperlengkapi kita untuk memuliakan nama-Nya. Dalam pencobaan, anak-anak Yahuwah terkadang bisa terjatuh dalam tuduhan terhadap-Nya. Namun, Yahuwah menyatakan kuasa, kasih, dan hikmat-Nya dengan membawa kita kembali kepada pertobatan yang tulus dan penyesalan akan dosa, serta menyadarkan kita bahwa segala sesuatu yang Ia lakukan adalah demi kebaikan kita.
Sebab Yahuwah akan menang! Dalam peperangan antara Yahuwah dan Setan, Yahuwah akan senantiasa meraih kemenangan! Dan kita dapat turut mengalami serta menyatakan kemenangan itu dalam penderitaan kita dengan memuliakan nama-Nya. Ketika kita mengenali kasih Yahuwah bagi kita di dalam Kristus dan memohon kasih karunia agar dapat memuliakan Dia dalam penderitaan, Ia akan memampukan kita berkata bersama Ayub: “Terpujilah nama Yahuwah.” Amin.
Artikel ini bukan buatan WLC ditulis oleh Rev. Doug Kuiper.
Kami telah mengeluarkan nama-nama dan gelar-gelar umum dari Bapa dan Anak yang ada di dalam artikel ini, dan menggantinya dengan nama-nama dan gelar-gelar asli yang sudah diberikan. Kami juga melakukan hal yang sama pada kutipan-kutipan Alkitab yang ada, dengan mengganti nama-nama dan gelar-gelar yang ada dengan nama-nama dan gelar-gelar asli sebagaimana yang dituliskan oleh para penulis Alkitab yang terilhami. -Tim WLC