Benarkah Gereja Katholik Roma yang Memberikan Kita Alkitab?
Semakin banyak pencari kebenaran yang berhati-tulus yang menemukan sebuah dugaan yang mengejutkan: pernyataan bahwa Gereja Katholik Roma bertanggung jawab memberikan kepada dunia Alkitab seperti yang kita kenal sekarang. Pernyataan ini menyatakan bahwa Gereja Katholik Roma, pada konsili Nicea, memilih tulisan-tulisan apa saja yang dapat dimasukkan ke dalam Alkitab, dan menetapkan kitab-kitab apa saja yang diilhami oleh Roh Kudus dan menolak yang lain dengan menganggapnya bukan sebagai ilham dari Surga.
Jika pernyataan ini benar, masalah tersebut dengan segera akan menjadi jelas: dengan mempertimbangkan betapa banyaknya kepercayaan yang tidak Alkitabiah yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Gereja Katholik Roma, bagaimana kita bisa yakin bahwa Alkitab moderen adalah firman Yahuwah? Bagaimana jika Gereja Katholik Roma menolak beberapa kitab yang seharusnya disertakan? Jika Katholik bertanggung jawab atas Alkitab moderen kita, bagaimana kita bisa yakin Alkitab itu benar?
Pendapat bahwa Gereja Katholik Roma adalah yang bertangung jawab menyediakan Alkitab, tidak mengejutkan bagi Katholik Roma sendiri. The Faith of Millions: The Credentials of the Catholic Religion dengan jelas merinci alasan yang digunakan untuk pernyataan yang luar biasa ini:
Gereja Katholiklah yang mengumpulkan semua kitab-kitab ini [Perjanjian Baru], membuatnya ke dalam satu jilid, dan kemudian diberikan kepada dunia apa yang sekarang dikenal sebagai Alkitab...
- Perjanjian Baru ditulis secara keseluruhan oleh Katholik.
- Santo Petrus, paus pertama dari Gereja Katholik, adalah penulis dari dua suratnya.
- Gereja Katholik menentukan kanon atau daftar kitab-kitab untuk menyusun Perjanjian Baru.
- Gereja Katholik menyatakan bahwa kitab-kitab dari Perjanjian Baru semuanya diilhamkan oleh Tuhan, yang merupakan otoritas tunggal keyakinan universal di dalam karakter orang Katholik maupun orang Protestan yang telah diilhami.
- Gereja Katholik ada sebelum Perjanjian Baru.
- Gereja Katholik adalah ibu dari Perjanjian Baru
Jika gereja Katholik tidak meneliti dengan cermat tulisan-tulisan dari anak-anaknya, tidak menolak beberapa tulisan-tulisan itu dan menjadikan yang lain layak dimasukkan ke dalam kanon Perjanjian Baru, maka tidak akan ada Perjanjian Baru hari ini.
Jika gereja Katholik tidak menyatakan penyusunan kitab-kitab Perjanjian Baru diilhami dari firman Tuhan, kita tidak akan tahu hal itu.
Satu-satunya otoritas yang dimiliki oleh orang-orang yang bukan-Katholik untuk pengilhaman dari Alkitab adalah otoritas Gereja Katholik. Jika para orang suci ditolak, tidak ada dasar yang tersisa untuk mempertahankan prinsip utama terhadap semua umat Protestan – karakter yang diilhamkan Alkitab.1
Penulis dari pernyataan yang luar biasa ini dengan sengaja menyesatkan. Dia dengan sengaja memutar kata-kata dengan lihai, secara licik. Dengan menggunakan istilah “Gereja Katholik” secara keseluruhan, seseorang dituntun untuk menganggap bahwa gereja yang dimaksud adalah Gereja Katholik Roma. Namun, hal ini adalah tipuan. Fakta sejarah membuktikan bahwa Gereja Katholik Roma belum ada sampai beberapa ratus tahun setelah Perjanjian Baru ditulis. Oleh karena itu, Gereja Katholik Roma tidak mungkin menjadi “ibu dari Perjanjian Baru” juga tidak mungkin “ada sebelum Perjanjian Baru.” Dengan demikan, para penulis Perjanjian Baru bukanlah Katholik Roma!
Dan disinilah penipuan yang disengaja itu masuk. Pernyataan yang dibuat tentang “Gereja Katholik” bukanlah “Gereja Katholik Roma” seperti yang dianggap oleh sebagian besar pembaca. Kata “katholik” secara sederhana berarti “universal.” Jadi dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa para penulis Perjanjian Baru berasal dari orang-orang percaya di dalam tubuh yang “universal”, yang pada kenyataannya telah ada sebelum zaman Perjanjian Baru. Namun, implikasinya bahwa hanya gereja Katholik Roma yang menyatakan “bahwa kitab-kitab dari Perjanjian Baru semuanya diilhamkan oleh Tuhan, yang merupakan otoritas tunggal keyakinan universal di dalam karakter orang Katholik maupun orang Protestan yang telah diilhami” adalah tidak benar dan merupakan penghinaan.
Pernyataan seperti ini melemahkan otoritas Alkitab dan menempatkan Gereja Katholik Roma dalam posisi yang lebih unggul dalam perihal Alkitab. Apabila Firman YAH adalah kudus karena paus menyatakan demikian, itu berarti menempatkan paus di posisi yang lebih penting dari Sang Penulis ilahi, Yahuwah Sendiri.
Bila dilihat dari sudut pandang fakta-fakta dokumen sejarah, pernyataan tegas tersebut ternyata tidak lebih dari pembualan nekad yang menipu.
Konsili Nicea ( tahun 322-325 Masehi) yang diselenggarakan oleh Konstantin I hanya untuk tujuan ekumenikal saja. Dia ingin menyatukan Kekristenan untuk dirinya sendiri, untuk tujuan-tujuan duniawi. Dari Konsili inilah kita mendapatkan Pengakuan Iman Nicea. Tidak ada catatan-catatan diskusi apapun pada waktu itu berkaitan dengan kitab-kitab mana yang harus dimasukkan dalam kanon suci dan mana yang harus ditinggalkan.
Perjanjian Baru seperti yang ada saat ini, telah beredar dan diakui sebagai firman yang diilhami jauh sebelum Konsili Nicea dilakukan. Semua kitab-kitab yang menyusun Perjanjian Baru ditulis pada tahun 95 Masehi. Bahkan selama Paulus masih hidup, surat-suratnya telah beredar di tengah orang-orang yang baru percaya. Paulus memerintahkan para anggota di Kolose: “Dan bilamana surat ini telah dibacakan di antara kamu, usahakanlah, supaya dibacakan juga di jemaat Laodikia, dan supaya surat yang untuk Jemaat Laodikia dibacakan juga kepadamu.” (Kolose 4:16, NKJV. Lihat juga, 1 Tesalonika 5:27.)
Justin Martyr oleh Theophanes orang Kreta. |
Pada pertengahan abad kedua, keempat injil beredar bersamaan. Justin Martyr (tahun 100-160 Masehi) tidak menyebut dengan nama apapun tulisan Perjanjian Baru, tetapi menyebutnya sebagai “Itu tercatat” atau sebagai “riwayat hidup para rasul.” Dia juga merujuk bentuk jamak pada injil: “sebab para rasul, selama hidupnya telah menyusun tulisan-tulisan itu yang disebut Injil, dengan demikian telah disampaikan kepada kita seperti yang diperintahkan kepada mereka; seperti waktu Yesus mengambil roti, dan kemudian Ia mengucap syukur, dan berkata, "Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku . . . ."2
Sekitar tahun 170-175 Masehi, Tatian, salah seorang murid Justin, menciptakan sebauh harmoni dari empat injil ortodoks yang dikenal sebagai Diatessaron. Tulisan ini diterima di beberapa kalangan, bahkan perna menggantikan keempat injil itu, tetapi keberhasilan ini tidak berlangsung lama. Namun, apa yang terungkap dari harmoni ini, adalah bahwa gereja sejak awal hanya mengakui empat injil.3
Ini merupakan poin yang penting karena itu dengan jelas menolak semua injil-injil Gnostik, yang ditulis antara abad kedua dan keempat Masehi. Irenaeus, Klemen dari Alexandria dan Tertullian semua kutipannya, penyebutannya, nama yang disebutkannya berasal dari semua kitab dari Perjanjian Baru dengan pengecualian pada kitab Filemon, Yudas, Yakobus, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes. Bertahun-tahun sebelum Konsili Nicea, Origen (tahun 185-254 Masehi) menyebut semua kitab baik perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru! Eusebius, yang disebut “Bapa dari Sejarah Gerejawi,” memberikan penjelasan tentang penganiayaan yang terjadi di bawah pemerintahan Kaisar Diocletian. Dia mencatat semua kitab-kitab Perjanjian Baru. Athanasius, uskup di Alexandria, juga mencatat semua kitab-kitab Perjanjian Baru. Mereka semua adalah para penulis yang hidup sebelum Katholik Roma ada, tetapi mereka semua di dalam beberapa cara merujuk pada kitab-kitab yang menyusun kanon Perjanjian Baru.
Kanon Muratori masih menyediakan bukti yang lebih meyakinkan dan unik bahwa Perjanjian Baru disusun sebelumnya dan terpisah dari tindakan Gereja Katholik Roma. Dokumen ini adalah naskah penggalan yang berisikan daftar tertua yang dikenal dari kitab-kitab Perjanjian Baru. Sebagian besar para sarjana meyakini bahwa itu ditulis kira-kira antara tahun 170 dan tahun 200 Masehi. Kitab-kitab yang hilang dari daftar hanya Ibrani, 1 dan 2 Petrus dan 3 Yohanes. Itu bukan dokumen Katholik Roma.
Gereja Katholik Roma belum ada selama tiga abad pertama Masehi. Gereja tersebut menjadi terkenal setelah upaya ekumenikal Konstantin I mengesahkan Kekristenan. Dan bahkan kemudian, itu merupakan suatu proses yang terbentang selama beberapa abad.
Referensi sejarah yang paling pertama dari 27 kitab yang membentuk Perjanjian Baru yang ada sekarang tidak muncul sampai Konsili Nicea berlalu. Di dalam surat yang dibentangkan oleh Athanasius, “Surat Paskah Easter” pada tahun 367 Masehi, 27 kitab semuanya telah terdaftar. Sinode Hippo (tahun 393 Masehi) tampaknya mengacu pada sebuah daftar tulisan yang mungkin dibaca di gereja. Tidak satu pun dari sinode ini yang masih ada hari ini. Sinode tersebut dikenal hanya karena dirujuk dalam Sinode Kartago (Tahun 397 Masehi). “Bahkan referensi bersejarah dari Kartago ini, kanon 24, tidak ‘mendaftar’ setiap dokumen satu per satu. Misalnya, ada terbaca, ‘injil-injil itu, empat kitab…’. Satu-satunya alasan dari daftar ini adalah untuk memastikan mana tulisan-tulisan yang ‘suci’ dan yang harus dibaca dalam pelayanan gereja. Tidak ada komentar seputar mengapa dan bagaimana daftar ini disepakati.”4
Dalam penjelasan yang disebutkan sebelumnya, pernyataaan sesumbar Gereja Katholik Roma yang telah menjadi satu-satunya penjaga dan pemelihara Kitab Suci hingga sekarang, adalah murni kebohongan. Alkitab bukanlah sebuah kitab Katholik. Katholik tidak menulis Alkitab, Katholik juga tidak menulis doktrin-doktrin Alkitab dan penjelasan dari doktrin-doktrin yang dijumpai gereja dan yang dikatakan oleh gereja. Perjanjian Baru sudah lengkap sebelum akhir abad pertama Masehi. Hal-hal yang di dalamnya tidak sesuai dengan Gereja Katholik Roma yang ratusan tahun setelah kematian para rasul perlahan-lahan berkembang menjadi seperti sekarang. Gereja Katholik [Roma] bukanlah gereja yang asli dan benar, tetapi sebuah "gereja" yang lahir dari banyak kebiasaan dan kebobrokan dari gereja Perjanjian Baru.5
Empat kriteria yang secara umum digunakan untuk menentukan apakah tulisan-tulisan diilhami oleh Roh YAH dan harus dimasukkan di dalam kanon suci adalah:
- Penulis adalah salah seorang rasul, berhubungan dekat dengan rasul, atau saksi pertama untuk peristiwa-peristiwa yang diuraikan.
- Kitab tersebut diterima secara luas oleh orang percaya sebagai kebenaran.
- Doktrin-doktrin yang diajarkan adalah konsisten dengan yang diajarkan dalam karya-karya terilhami lainnya.
- Tulisan tersebut disertai dengan bukti keunggulan moral dan nilai-nilai spiritual sebagaimana yang ditunjukkan oleh Roh Kudus dalam hati sebagai respon dari apa yang diajarkan di dalam kitab itu.
Penting untuk dipahami bahwa bukan gereja dan bukan tindakan manusia yang bertanggung jawab terhadap Alkitab. Bukan konsili yang entah bagaimana membuat sebuah kitab “diilhami.” Berbagai pernyataaan dari para anggota konsili hanya mengakui apa yang orang-orang percaya telah tetapkan sebagai tulisan yang diilhami. Michael J. Kruger, penulis The Question of Canon, mengamati:
Ketika orang-orang menemukan bahwa [Konsili] Nicea tidak memutuskan kanon, pertanyaan selanjutnya biasanya adalah, “konsili mana yang memutuskan kanon?” tentunya kita tidak dapat memiliki kanon tanpa otoritas, tindakan resmi dari gereja yang memutuskan. Dan tentunya kita memiliki sebuah kanon karena beberapa kelompok manusia di suatu tempat menyetujuinya. Benar?
Semua jalur penalaran ini mengungkapkan asumsi yang mendasar tentang kanon Perjanjian Baru yang perlu dibenarkan, yakni bahwa itu (atau harus) diputuskan oleh konsili gereja. Fakta dari masalah ini adalah ketika kita melihat sejarah gereja mula-mula, mereka tidak memiliki konsili. Tentu, ada konsili-konsili gereja lokal yang membuat pernyataan-pernyataan tentang kanon (Laodikia, Hippo, Cartago). Tetapi konsili lokal tidak hanya “memilih” kitab-kitab yang kebetulan mereka sukai, tetapi menegaskan kitab-kitab yang mereka percaya telah berfungsi sebagai dokumen-dokumen yang fundamental bagi iman Kristen. Dengan kata lain, konsili-konsili ini menyatakan cara yang telah ada, bukan cara yang mereka inginkan.
Dengan demikian, konsili-konsili tersebut tidak menciptakan, berwenang, atau menentukan kanon. Mereka hanyalah merupakan bagian dari proses pengakuan sebuah kanon yang telah ada.6
Yahuwah sendiri yang bertanggung jawab untuk menyediakan tulisan-tulisan yang diilhamkan kepada dunia, tulisan-tulisan yang Dia sendiri sebagai penciptanya. “Segala tulisan yang diilhamkan Yahuwah, memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran: dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Yahuwah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Timotius 3: 16 dan 17)
Pelajari Kitab suci. Percayakan pikiran anda kepada Pencipta anda. Dia telah berjanji menuntun anda kepada seluruh kebenaran. “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Yahuwah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya. Hendaklah dia memintanya di dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian kemari oleh angin.” (Yakobus 1: 5 dan 6)
Terima dengan iman bahwa Alkitab adalah Firman dari
Yang Mahakuasa kepada anda, secara pribadi. Kebijaksanaan dan pemahaman akan
diberikan kepada semua orang yang menyerahkan dirinya untuk mengenal Yahuwah
melalui Firman-Nya.
Kontent Terkait:
- Alkitab dan Hanya Alkitab
- Siapakah Binatang dalam Kitab Wahyu
- 10 Fakta Yang Harus Anda Ketahui Mengenai Yesuit
- Rahasia Katholik | Rahasia Serikat Yesuit Yang Tercelah Terungkap
- Pernyataan Kepausan yang
Mengerikan | Langsung dari Mulut sang Pelacur
1 Jhon Anthony O’Brian, The Faith of Millions, hal. 127, penekanan asli.
2 Justin Martyr, First Apology 66, penekanan ditambahkan.
3 “How the New Testament Canon was Formed,” http://www.churchhistory101.com/new-testament-canon.php. Diatessaron berasal dari bahasa Yunani διὰ τεσσάρων (dia tessarōn) artinya “diluar dari empat”
4 s.d.a
5 “Did the Catholic Church Give Us the Bible?” http://www.bible.ca/cath-bible-origin.htm.
6 Michael J. Kruger, “The NT Canon Was Not Decided At Nicea – Nor Any Other Council”.